MIKROBIOLOGI (RESPON IMUNE)
MAKALAH
MIKROBIOLOGI
TENTANG
“RESPON
IMMUNE”
Disusun
Oleh :
Kelompok
5
HAYATUL
HUSNA (15010125)
WETTY
SENTIA NINGSIH (15010126)
RIFARA
SUCI YULIKA (15010127)
SESI
D BIOLOGI
DOSEN
PEMBINA :
Dra.
Gustina Indriati, M. Kes
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
PGRI
SUMATERA BARAT
PADANG
2018
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Respon Immune” tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk
melengkapi tugas mata kuliah Mikrobiologi, selain itu untuk mengetahui dan
memahami tentang materi konsep antigen, antibodi dan kekebalan tubuh. Penulis mengucapkan
terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna.Untuk itu setiap pihak diharapkan dapat memberikan
masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.
Padang, Januari
2018
Daftar Isi
Kata
Pengantar ................................................................................................ 2
Daftar
Isi ......................................................................................................... 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 5
C. Tujuan ............................................................................................. 5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Antigen - Antibodi ......................................................................... 6
B. Hubungan Antara Mikroba
Dengan Antigen Dan Antibodi........... 9
C. Resistensi Dan Kekebalan Tubuh.................................................... 10
D. Uji Serologis Khusus
ELISA.......................................................... 12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................... 23
Daftar
Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sistem kekebalan tubuh sangat mendasar peranannya bagi kesehatan, tentunya
harus disertai dengan pola makan sehat, cukup berolahraga, dan terhindar dari
masuknya senyawa beracun ke dalam tubuh. Sekali senyawa beracun hadir dalam
tubuh, maka harus segera dikeluarkan.
Kondisi sistem kekebalan tubuh menentukan kualitas hidup. Dalam tubuh
yang sehat terdapat sistem kekebalan tubuh yang kuat sehingga daya tahan tubuh
terhadap penyakit juga prima. Pada bayi yang baru lahir, pembentukan sistem
kekebalan tubuhnya belum sempurna dan memerlukan ASI yang membawa sistem
kekebalan tubuh sang ibu untuk membantu daya tahan tubuh bayi. Semakin dewasa,
sistem kekebalan tubuh terbentuk sempurna. Namun, pada orang lanjut usia,
sistem kekebalan tubuhnya secara alami menurun. Itulah sebabnya timbul penyakit
degeneratif atau penyakit penuaan.
Pola hidup modern menuntut segala sesuatu dilakukan serba cepat dan
instan. Hal ini berdampak juga pada pola makan. Sarapan di dalam kendaraan,
makan siang serba tergesa, dan malam karena kelelahan tidak ada nafsu makan.
Belum lagi kualitas makanan yang dikonsumsi, polusi udara, kurang berolahraga,
dan stres. Apabila terus berlanjut, daya tahan tubuh akan menurun, lesu, cepat
lelah, dan mudah terserang penyakit. Karena itu, banyak orang yang masih muda
mengidap penyakit degeneratif.
Kondisi stres dan pola hidup modern sarat polusi, diet tidak seimbang,
dan kelelahan menurunkan daya tahan tubuh sehingga memerlukan kecukupan
antibodi. Gejala menurunnya daya tahan tubuh sering kali terabaikan sehingga
timbul berbagai penyakit infeksi, penuaan dini pada usia produktif.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa itu antigen-Antibodi ?
2.
Bagaimana hubungan antara mikroba
dengan antibodi dan antigen?
3.
Bagaimana resistensi dari
kekebalan tubuh ?
4.
Bagaimana uji serologis khusus
ELISA ?
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui Antigen-Antibodi.
b.
Untuk mengetahui hubungan antara
mikroba dengan antibodi dan antigen.
c.
Untuk mengetahui resistensi dari
kekebalan tubuh.
d.
Untuk mengetahui uji serologis khusus
ELISA.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ANTIGEN – ANTIBODI
1. ANTIGEN
Pada umumnya, antigen-antigen dapat di klasifikasikan
menjadi dua jenis utama, yaitu antigen eksogen dan antigen endogen. Antigen
eksogen adalah antigen-antigen yang disajikan dari luar kepada hospes dalam
bentuk mikroorganisme, tepung sari, obat-obatan atau polutan. Antigen ini bertanggung jawab terhadap suatu spektrum penyakit manusia, mulai dari penyakit infeksi sampai ke
penyakit-penyakit yang dibenahi secara immologi, seperti pada asma. Virus
influenza misalnya yang merupakan penyebab utama epidemik penyakit saluran pernapasan pada manusia, terdapat di alam dalam
berbagai jenis antigenik yang dikenal sebagai A, B, dan C. Jenis-jenis ini menggambarkan
berbagai macam-macam mutasi virus. Populasi yang rentan akan diinfeksi oleh
serotype tertentu. Setelah sembuh dan imunitas terbentuk, virus ini tidak lagi
memperbanyak diri, karena mereka tidak cukup mendapat individu rentan untuk
mendapatkan infeksi lanjutan.Namun sesuai dengan tekanan selektif, virus ini
diketahui melakukan mutasi, kemudian akan melakukan mutasi, kemudian akan muncul varian baru virus
influenza. Varian baru ini, bila cukup
virulen bertanggung jawab pada epidemik baru. Dengan demikian manusia mampu mengatasi suatu epidemik, tetapi organisme menciptakan epidemi baru.
Antigen endogen adalah antigen
yang terdapat didalam tubuh dan meliputi antigen-antigen berikut: antigen
senogeneik (heterolog), antigen autolog dan antigen idiotipik atau antigen
alogenik (homolog). Antigen senogeneik adalah antigen yang terdapat dalam aneka
macam spesies yang secara filogenetik tidak ada hubungannya, antigen-antigen
ini penting untuk mendiagnosa penyakit. Kelompok-kelompok antigen yang paling
banyak mempunyai arti klinik adalah kelompok-kelompok antigen yang digunakan untuk
membedakan satu individu spesies dengan individu spesies yang sama. Pada
manusia determinan antigen semacam ini terdapat pada sel darah merah,sel darah
putih trombosit, protein serum, dan permukaan sel-sel yang menyusun jaringan
tertentu dari tubuh, termaksud antigen-antigen histokompatibilitas
Antigen ini dikenal antigen polomorfik, karena adanya dua atau lebih
bentuk-bentuk yang berbeda secara genetik didalam populasi.
Mekanisme
a.
Masuknya
Antigen
Dalam lingkungan sekitar
kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh.
Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada
protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut
dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier
respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut
masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan
antibodi.Contoh hapten dia antaranya
adalah toksin poison ivy, berbagai macam obat (seperti penisilin), dan zat
kimia lainya yang dapat membawa efek alergik.
b.
Keterkaitan
Antigen dengan Pembentukan Antibodi
Antigen yang masuk ke dalam
tubuh akan berikatan dengan reseptor sel limfosit B. Pengikatan tersebut
menyebabkan sel limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma. Sel plasma
kemudian akan membentuk antibody yang mampu berikatan dengan antigen yang
merangsang pembentukan antibody itu sendiri. Tempat melekatnya antibody pada antigen disebut epitop, sedangkan tempat
melekatnya antigen pada antibodi disebut variabel.
2.
ANTIBODI
Antibodi merupakan suatu
protein (imunoglobulin) yang dibuat oleh tubuh sebagai respon terhadap masuknya
antigen, dapat mengenali dan mengikat antigen secara spesifik. Oleh karena itu
antibodi dapat membantu proses perusakan dan pemusnahan antigen. Antibodi
bersifat sangat spesifik dalam mengenali determinan antigenik dari suatu
antigen sehingga apabila suatu mikroorganisme mempunyai beberapa determinan
antigenik maka tubuh akan memproduksi beberapa antibodi sesuai dengan jenis
epitop yang dimiliki setiap mikroorganisme.
Struktur
dasar antibodi memiliki 4 rantai protein yaitu dua rantai ringan (light
chain = L) dan 2 rantai berat (heavy chain = H) yang identik.
Istilah rantai ringan dan berat ini mengacu pada berat molekul yang relatif
dari masing-masing rantai. Rantai ringan dan berat ini dihubungkan oleh ikatan
disulfida (S-S), demikian pula rantai berat yang satu dengan lainnya diikat
dengan ikatan disulfida.
Imunoglobulin
ditentukan oleh tipe rantai beratnya. IgG mempunyai rantai berat gamma, IgM
mempunyai rantai berat mu, IgA rantai beratnya alfa, IgE rantai beratnya
epsilon, dan IgD mempunyai rantai berat delta.
Molekul antibodi yang
diproduksi oleh satu klon sel plasma mempunyai rantai berat yang persis sama
dan juga mempunyai hanya satu tipe rantai ringan. Terdapat dua tipe umum rantai
ringan, yang disebut rantai kappa dan lambda. Baik keduanya terdapat pada semua
kelas antibodi. Penggunaan klinis utama dari pengukuran tipe rantai ringan
adalah untuk membedakan apakah proliferasi sel plasma atau sel limfoid adalah
monoklonal atau poliklonal.
Antibodi dibentuk oleh sel
plasma yang berasal dari proliferasi sel B akibat rangsangan antigen. Antibodi
yang telah terbentuk secara spesifik akan mengikat antigen sejenis yang masuk
kembali ke dalam tubuh.
B.
Hubungan
Antara Mikroba Dengan Antigen Dan Antibodia
Yaitu
jika antigen masuk ke dalam tubuh maka antibodi yang merupakan protein-protein
yang terbentuk sebagai respon terhadap antigen yang masuk kedalam tubuh
bereaksi secara spesifik dengan antigen tersebut.
Sel-sel
kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat dua jenis
limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel yang
sama dalam sum-sum tulang.
C.
Resistensi
Dan Kekebalan Tubuh
Resistensi
adalah daya ketahanan tubuh untuk mencegah masuknya mikroba patogen ke dalam
tubuh.
Resistensi
alamiah tergantung pada beberapa faktor :
1) Kesehatan
2) Makanan.
3) Sosial
ekonomi.
Beberapa tipe resistensi alamiah :
1) Resistensi
spesies, yaitu resistensi terhadap penyakit tertentu berbeda-beda tergantung dari spesiesnya.
2) Resistensi
Rs/Bangsa, hal ini disebabkan adanya varietas-variets yang resisten.
3) Resistensi
individu, hal ini mungkin disebabkan adanya faktor-faktor tertentu yang berbeda
yang terdapat pada tiap individu.
Imunitas adalah suatu reaksi tubuh untuk menolak suatu
penyakit yang masuk ke dalam tubuh.
Imunitas berbeda dengan resistensi dalam beberapa hal
antara lain :
1) Immunitas
diperoleh selama kehidupasn hospes.
2) Sifatnay
spesifik terhadap mikroba atau senyawa
tertentu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekebalan terhadap penyakit virus
1) Umur,
infeksi virus pada saat bayi dalam kandungan, ketika umur 0-3 tahun, ketika
pada masa anak-anak (5 – 9th) akan
menimbulkan manifestasi penyakit yang berbeda pula.
2) Suhu, ada
beberapa virus yang mudah
3) Suhu, ada
beberapa virus yang mudah menjangkiti manusia bila suhu tubuh menurun karena
suhu sekelilingnya, contoh : virus influenza.
4) Hormonal,
hormonal mempenyaruhi infeksi virus
kedalam host dengan mekanisme yang belum diketahui
Jenis kekebalan pada penyakit virus
1) Kekebalan
pasif
·
Kekebalan pasif Alami, terdapat pada
bayi yang baru dilahirkan dan diperoleh dari zat anti ibu yang masuk melalui
plasenta ke dalam tubuh bayi, bayi yang minum ASI semenjak lahir akan banyak
memperoleh minum ASI semenjak lahir akan banyak memperoleh kekebalan.
·
Kekebalan pasif didapat, didapat
dengan memberikan zat anti terhadap tubuh dari luar tubuh, sehingga tubuh tidak
perlu membentuknya sendiri. Diberikan dalam bentuk : serum, Gama globulin
Jenis kekebalan pada penyakit virus
·
Kekebalan aktif
Kekebalan Aktif
didapat, diperoleh dengan vaksinasi,
artinya pemberian vaksin ke dalam tubuh. Ada 2 macam vaksin :
-
Inactivated vaccin, virus yang telah
dibunuh tetapi masih
mengandung
daya antigen.
-
Live attenuated vaccin. virus yang
telah dilemahkan daya antigennya.
·
Kekebalan aktif alami
Didapat pada
orang yang memperoleh infeksi secara
alami, maka tubuh akan membuat kekebalan sendiri, lama kekebalan tergantung
dari daya perkembangan virus, daerah penyebaran virus dan lama penyebaran virus
selam sakit
D.
Uji Serologis Khusus ELISA
ELISA ( Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar
imunosorben taut-enzim' merupakan uji serologis yang umum digunakan di berbagai
laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik
pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang
cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva
Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam
suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Umumnya ELISA dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat
antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-competitive assay
yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay,
antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua
ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena.
Untuk melakukan teknik "Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa
tahap yang meliputi:
1.
Well dilapisi atau ditempeli antigen.
2.
Sampel
(antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
3.
Ditambahkan
antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti peroksidase
alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya.
4.
Dimasukkan
substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.
5.
Intensitas
warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader
hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata
kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk
menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah
nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan demikian juga
sebaliknya.
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah
kemungkinan yang besar terjadinya hasil false positive karena adanya
reaksi silang antara antigen yang satu dengan antigen lain. Hasil berupa false
negative dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada window period,
yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai sehingga
jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi
Pengujian Secara Serologi
(ELISA)
1.1 Secara langsung (baku) (Double Antibody
Sandwich) (DAS ELISA)
Dalam uji ini digunakan konjugat gamma globulin murni dari antibody virus
yang telah dilabel dengan enzim. Konjugat ini hanya dapat digunakan untuk virus
tertentu
saja.
Cara kerja :
·
Gamma globulin
(pengenceran yang telah disiapkan) dimasukkan ke dalam sumur-sumur cawan elisa,
masing-masing sebanyak 100-200 ul.
·
Selanjutnya
diinkubasikan selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC, lalu buang larutannya dan cawan
ELISA dibilas dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing 3 menit.
·
Contoh
antigen (dilarutkan dalam PBST + PVP atau ekstrak buffer) dimasukkan ke dalam
sumur-sumur cawan ELISA, masing-masing 100 – 200 ul.
·
Inkubasikan
selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan Elisa dibilas
kembali dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
·
Enzim
konjugat yang telah dlarutkan dengan konjugat buffer dengan perbandingan
tertantu dimasukkan dalam lubang-lubang cawan masing-masing sebanyak 100 – 200
ul.
·
Inkubasikan
selama 1 – 2 jam pada suhu 37oC. Lalu buang larutannya dan cawan Elisa dibilas
kembali dengan PBST sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
·
Siapkan
substrat buffer kemudian larutkan PNPP ke dalamnya dengan perbandingan 1:1
(ul/ml), masukkan larutan tadi kedalam lubang-lubang cawan Elisa sebanyak 150 –
200 ul. Inkubasikan cawan Elisa pada suhu kamar. Lihat perubahan warnanya
setelah 30 – 60 menit. Pembacaan dapat dilakukan secara langsung (visual) atau
dengan Elisa Reader.
Secara tidak langsung (Double Antigen
Coating/DAC)
Cara pengujian tidak langsung digunakan konjugat gamma globulin dari serum
darah hewan(kelinci, kambing atau mencit) yang telah dilabel dengan enzim.
Konjugat ini dapat digunakan untuk mendeteksi semua virus tanaman.
Cara Kerja :
·
Sap antigen
dilarutkan dalam coating buffer dengan perbandingan 1:50 atau lebih
·
Larutan
tersebut dimasukkan ke dalam lubang-lubang cawan Elisa, masing-masing sebanyak
100 ul.
·
inkubasikan
selama 1 jam pada suhu 37oC, lalu buanglah larutannya dan cawan Elisa dibilas
dengan PBS-Tween sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit.
·
Antiserum
(dilarutkan dalam konjugat buffer) dimasukkan ke dalam lubang-lubang cawan
Elisa, masing-masing sebanyak 100 ul.
·
Inkubasikan
selama 1 jam pada suhu 37oC. Lalu lakukanlah tahap kerja ke-2
·
Konjugat
(anti rabbit FC gamma globulin + alkalin phospatase) dimasukkan masing-masing
sebanyak 100 ul.
·
Inkubasikan
selama 1 jam pada suhu 37oC, lalu lakukan tahap kerja ke-2.
·
Substrat
(sama seperti pada uji Elisa baku) dimasukkan ke dalam lubang-lubang cawan
Elisa, masing-masing sebanyak 100 ul.
·
inkubasikan
cawan Elisa pada suhu kamar selama 15 – 30 menit. Pembacaan dapat langsung
(warna kuning yang timbul) atau dengan menggunakan ELISA Reader
Beberapa Tipe ELISA
A. Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi
konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
1.
Suatu
antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada
permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada
permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang
diketahui ini akan menetapkan kurva standar yang digunakan untuk
mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
2.
Suatu
larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum
albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate
mikrotiter. Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein
serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
3.
Lubang plate
mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari
antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang
digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini
terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama
dengan antigen standar.
4.
Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji
dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen
terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau
protein yang terbloking.
5.
Antibodi
sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam
lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat
spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan
enzim.
6.
Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak
terikat.
7.
Dimasukkan
substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/
elektrokimia.
8.
Hasil
dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/
elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi
terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai
molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect ELISA adalah metode
imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan
menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang
kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan
pada permukaan lubang. Mekanisme indirect ELISA dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
2. Sandwich ELISA
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan antigen
6 Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi primer
7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang
8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/ elektrokimia
9. Diukur absorbansinya untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi. Prinsip kerja sandwich ELISA dapat dilihat pada skema berikut ini:
3. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah
dibahas sebelumnya, yaitu:
1.
Antibodi
yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya
2.
Komplek antigen-antibodi
ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi antigen
3.
Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam
sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel
pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi
4.
Ditambahkan
antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder ini
berpasangan dengan enzim
5.
Substrat
ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/
fluoresensi.
Dalam ELISA kompetitif, semakin tinggi konsentrasi antigen orisinal,
semakin lemah sinyal yang dihasilkan. Prinsip kerjanya dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Kelebihan
dan Kekurangan ELISA
Teknik ELISA
ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
1.
Teknik pengerjaan
relatif sederhana
2.
Relatif
ekonomis (karena jenis a antibodi yang digunakan hanya satu saja, sehingga
menghemat biaya untuk membeli banyak jenis antibodi)
3.
Hasil
memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi.
4.
Dapat
digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen walaupun kadar antigen tersebut
sangat rendah (hal ini disebabkan sifat interaksi antara antibodi atau antigen
yang bersifat sangat spesifik)
5.
Dapat
digunakan dalam banyak macam pengujian.
Sedangkan
kekurangan dari teknik ELISA antara lain :
1.
Jenis
antibodi yang dapat digunakan pada uji dengan teknik ELISA ini hanya jenis
antibodi monoklonal (antibodi yang hanya mengenali satu antigen).
2.
Harga
antibodi monoklonal relatif lebih mahal daripada antibodi poliklonal, sehingga
pengujian teknik ELISA ini membutuhkan biaya yang relatif mahal.
3.
Pada
beberapa macam teknik ELISA, dapat terjadi kesalahan pengujian akibat kontrol
negatif yang menunjukkan respons positif yang disebabkan inefektivitas dari
larutan blocking sehingga antibodi sekunder atau antigen asing dapat
berinteraksi dengan antibodi bertaut enzim signal dan menimbulkan signal.
4.
Reaksi antara enzim signal dan substrat berlangsung relatif cepat, sehingga
pembacaan harus dilakukan dengan cepat (pada perkembangannya, hal ini dapat
diatasi dengan memberikan larutan untuk menghentikan reaksi)
Semoga makalah ini bisa memberi tambahan pada hal yang berkaitan dengan materi sistem immune pada perkuliahan Mikrobiologi. Penulisan makalah ini sangat jauah dari sempurna, baik isi materi maupun struktur penulisannya. Maka dari itu penulis sangat berharap saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang
dilakukan oleh sel dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan
bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri
dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika
sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang,
sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu,
dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan
terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan
meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
B.
SARAN
Semoga makalah ini bisa memberi tambahan pada hal yang berkaitan dengan materi sistem immune pada perkuliahan Mikrobiologi. Penulisan makalah ini sangat jauah dari sempurna, baik isi materi maupun struktur penulisannya. Maka dari itu penulis sangat berharap saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Aggrie
Daston 2010. Imunitas Bawaan Dalam Tubuh
Manusia.dikeluarkan oleh Bagian Penelitian Kesehatan Hewan .Yokyakarta
Bellanti,
Joseph A. 1983. Immunologi III.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Brahmana K.
1981. Immunologi, Serologi dan Tata Kerja Laboratorium. Medan.
Stram Y, Kuzntzova L. 2006. Inhibition
of viruses by RNA interference. Virus Genes 32 IPB . Jakarta
Suryo. 1996.
Genetika. Departemen P dan K Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Jakarta
Semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada kesalahan :)
bagus far
ReplyDeleteSaya hadir buk
ReplyDeleteSIIIPPP
ReplyDeletesaya hadir buk
ReplyDeleteSaya Hadir Buk -Reni Mustika
ReplyDeletesaya hadir buk
ReplyDeleteHadir buk
ReplyDeletewowww
ReplyDeletesaya hadr ibuk.
ReplyDeleteHadir buk
ReplyDeletesaya hadir buk -Nila Silvia
ReplyDeleteHadir buk
ReplyDeletehadir buk fara
ReplyDeleteHadir buk
ReplyDeleteHadir buk
ReplyDeleteMantap fara
ReplyDelete