OSMOREGULASI
MAKALAH
FISIOLOGI HEWAN
“OSMOREGULASI”
DI
SUSUN OLEH :
KELOMPOK
II :
1.
REVY MARLIZHA (15010115)
2.
TRISNO (15010121)
3.
RIFARA SUCI YULIKA (15010127)
4.
FIKA JUNIZA AKMAL (15010132)
DOSEN PENGAMPU : MIMIN M. ZURAL, M.Pd
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN IMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT
PADANG
NOVEMBER
2017
KATA
PENGANTAR
Puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya kamidapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Fisiologi Hewan mengenai osmoregulasi. Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan berperan dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini dibuat dengan tujuan
untuk pemenuhan tugas kuliah Fisiologi Hewan dari Ibu Mimin M. Zural. Dan kami sebagai
penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca,
khususnya bagi mahasiswa pendidikan biologi. Kami menyadari pada makalah ini
masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat turut andil dalam menambah wawasan generasi muda bangsa dan
negara Indonesia.
Padang, November
2017
Penulis
Daftar Isi
Kata
Pengantar ......................................................................................................... i
Daftar
Isi ................................................................................................................... ii
Daftar
Gambar .......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
C. Tujuan ...................................................................................................... 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep dan kepentingan osmoregulasi ................................................... 4
B. Pola dasar mekanisme osmoregulasi........................................................ 6
C. Konsep osmokonformer dan osmoregulator............................................ 8
D. Mekanisme osmoregulasi hewan hyperosmotik air tawar,laut dan
terseterial ................................................................................................. 9
E. Mekanisme osmoregulasi hewan hypoosmotik......................................... 11
F.
Mekanisme osmoregulasi hewan air payau, berpindah dan hewan
teresterial yang beraktifitas di laut ........................................................... 14
G. Faktor – faktor yang mempengaruhi
osmoregulasi................................... 17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 19
B. Saran ........................................................................................................ 20
Daftar Pustaka
Lampiran
Daftar
Gambar
Gambar 1
.................................................................................................................. 7
Gambar 2................................................................................................................... 8
Gambar 3
.................................................................................................................. 9
Gambar 4
.................................................................................................................. 10
Gambar 5
.................................................................................................................. 12
Gambar 6
.................................................................................................................. 13
Gambar 7................................................................................................................... 15
Gambar 8
.................................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergerakan air melalui membran selektif biasa
disebut osmosis. Hal itu terjadi ketika dua larutan mempunyai perbedaan
konsentrasi total larutan atau osmolality. Hewan yang memelihara keseimbangan
antara cairan tubuh dengan keadaan lingkungan sekitar disebut osmokonfer.
Organisme perairan harus melakukan
osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan
lingkungan. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa
substansi yang bergerak cepat. Adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan
tubuh dan lingkungan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmosis antara tubuh dan
lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan
osmoregulasi sebagai upaya adaptasi. Karena perbedaan proses osmoregulasi pada beberapa
golongan ikan, maka struktur organ-organ osmoregulasinya juga kadang berbeda.
Beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan, antara lain
insang, ginjal, dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi dibawah
kontrol hormon osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang disekresi oleh
pituitari, ginjal atau urofisis.
Osmoregulasi adalah kemampuan
organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat
yang kadar garamnya berbeda. Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sebagai
suatu larutan yang terdapat dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan
tubuh. Hewan harus menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan tubuhnya dalam
rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat
dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada di lingkungannya.
Perbedaan konsentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan kondisi internal.
Hanya sedikit hewan yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah
sesuai dengan lingkungannya dalam keadaan demikian hewan dikatakan melakukan
osmokonformitas.
Osmoregulator merupakan hewan yang
harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena cairan tubuh tidak
isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan osmoregulator harus membuang
kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik. Kemampuan
untuk mengadakan osmoregulasi membuat hewan mampu bertahan hidup, misalnya
dalam air tawar dimana osmolaritas tertentu rendah untuk mendukung
osmokonformer, dan didarat dimana air unumnya tersedia dalam jumlah yang sangat
terbatas. Semua hewan air tawar dan hewan air laut adalah osmoregulator.
Manusia dan hewan darat lainnya yang juga osmoregulator harus mengkompensasi
kehilangan air.
Osmoregulasi yang terjadi pada ikan
air laut dan ikan air tawar yang ditempatkan
pada salinitas yang berbeda-beda perlu dikatakan untuk melihat mekanisme
tertentu pada organisme bagaimana agar dapat bertahan hidup pada kondisi
tertentu dengan salinitas yang berbeda dari lingkungannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
dari latar belakang yang telah dibuat, dapat dirumuskan bahwa :
1. Bagaimanakah konsep
dan kepentingan osmoregulasi?
2. Apa pola dasar
mekanisme osmoregulasi?
3. Bagaimana konsep
osmokonfermer dan osmoregulator ?
4. Bagaimana mekanisme
osmoregulasi hewan hyperosmotik air tawar, laut dan teresterial ?
5. Bagaimana mekanisme
osmoregulasi hewan hypoosmotik ?
6. Bagaimana mekanisme
osmoregulasi hewan air payau, berpindah dan hewan teresterial yang beraktifitas
dilaut?
7. Apa faktor – faktor
yang mempengaruhi osmoregulasi?
C. Tujuan
Tujuan pembelajaran osmoregulasi yaitu
mahasiswa dapat :
- Memahami konsep dan kepentingan osmoregulasi
- Mengetahui pola dasar mekanisme osmoregulasi
- Memahami konsep osmokonfermer dan osmoregulator
- Memahami mekanisme osmoregulasi hewan hyperosmotik air tawar, laut dan teresterial
- Memahami mekanisme osmoregulasi hewan hypoosmotik
- Memahami mekanisme osmoregulasi hewan air payau, berpindah dan hewan teresterial yang beraktifitas dilaut
- Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi osmoregulasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP DAN KEPENTINGAN OSMOREGULASI
Osmoregulasi
erat sekali hubungannya dengan sistem ekskresi. Variasi struktur sistem
ekskresi pada hewan rendah dan vetebrata telah di bicarakan dimuka. Pada ampibi
dan ikan air tawar badan Malpighi ukurannya besar dan filtrat glomerular
jumlahnya besar, urine yang dihasilkan encer. Pada ikan (teleostei) dan reptile
air laut badan Malpighi kecil atau tidak ada. Pada beberapa ikan (teleostei)
laut neufronnya juga tidak membunyai tubulus distal. Pada tipe ini penggeluran
air melalui urine kecil sekali misalnya terdapat pada teleostei dan elasmobranchi
yang hidup di laut. (Djamhur winatasasmita.1986).
Osmoregulasi dan
ekskresi merupakan dua macam proses yang terlibat dalam homestasis yang terjadi
makhluk hidup. Setipa proses tersebut memungkinkam makhluk hidup mampu
mempertahankan ke konstanta medium dalam (lingkungan dalam) meskipun luarnya
mengalami perubahan (Kartolo. S Wulangi.1990).
Osmoregulasi
adalah memelihara air dan konsentrasi larutan cairan tubuh konstan yang berbeda
dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air tawar, dan hewan darat
sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang berbeda menggunakan organ yang berbeda
untuk melaksanakan proses regulasi. Mekanisme rinci untuk melaksanakan proses
juga bervariasi dan sering menggunakan kombinasi-kombinasi organ yang
berbeda.(Soewolo,2000).
Osmorelugasi mempunyai
peran sebagai berikut:
1. Mengelurakan
dan membuang hasil sampingan dari metabolisme. Pengeluran dan pembungan ini
terjadi untuk mencegah tidak seimbangnya ekulibrium reaksi kimia
2. Mencegah
terganggunya aktifitas metabolic didalam tubuh dengan cara mengekskresikan zat
bungan. Zat bungan merupakan racun yang dapat mengganggu kerja enzim yang
sangat penting dalam reaksi metabolik
3. Mengatur
jumlah air yang terdapat dalam cairan tubuh. Jumlah air dalam cairan tubuh dan
cara penggaturannya merupakan salah satu masalah fisiologi yang dihadapi oleh
makhluk hudup. Salah satu cara menggatasinya dangan melakukan adtasi structural
dan fungsional. Mekanisme memperoleh air, mencegah hilangnya air dan pembuangan
air adalah berberbeda antara makhluk hidup, tetapi semua itu sangat penting
dalam mempertahankan dan menjaga agar tekanan osmotic dan volume cairan tubuh
“steady state”. Mekanisme pengaturan zat
terlarut dan air dikenal istilah osmorelugasi (Kartolo s. Wulangi.1990)
Penjagaan
tekanan osmotik yang relatif tinggi didalam sistem sirkulatoris merupakan
persyaratan bagi stabilitas fisiologistik dalam kondisi syok yang merupakan
ancaman serius bagi nyawa seseorang karena tekanan darah menunrun dengan tajam,
plasma meninggalkan pembuluh – pembuluh darah, dan jaringan – jaringan
memperoleh suplai darah dengan lambat akibat berkurangnya volume dan
meningkatnya konsentrasi darah. Hilangnya proterin plasma mungkin salah satu
faktor penyebabnya.
Darah yang masuk kedalam bandatalan
darah kapiler – kapiler darah dari arteriola berada dalam tekanan hidrostatik
yang lebih dari 100 mmHg. Hal itu cenderung mendorong cairan dan zat – zat
terlarut keluar dari bantalan kapiler, menuju jarigan – jaringan sekitarnya.
Akan tetapi, saat darah mencapai ujung venula pada kapiler, tekanan dalam tubuh
itu telah turun dengan cukup tajam. Sekarang, tekanan osmotik darah lebih besar daripada tekanan hidrostatik dalam pembuluh tersebut. Sebagai akibatnya, cairan dan
berbagai penyusun molekulernya masuk kembali kedalam pembuluh darah, dan tidak
ada pertukaran netto yang berarti dalam hal volume ataupun konsentrasi darah.
Keseimbangan
tersebut dapat berubah akibat kondisi – kondisi ataupun yang mempengaruhi
tekanan darah atau tekanan osmotik darah. Kekurangan protein dalam darah,
terutama albumin, akan menghambat reabsorpsi cairan dalam ujung venula dari
bantalan kapiler. Kegagalan besaran untuk mereabsorpsi cairan akan menyebabkan
pembengkaan menyeluruh yang disebut sebagai edema.
Edema merupakan gejala yang umum pada kelainan jantung maupun ginjal. Harus
dicatat bahwa cairan yang cenderung menggenang dalam jaringan – jaringan jika
bisa masuk kembali kedalam aliran darah oleh pembuluh – pembuluh sistem
limfatik (George,dkk. 2005)
B.
POLA DASAR MEKANISME OSMOREGULASI
Terhadap
lingkungan hidupnya, ada hewan air yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya
berubah-ubah mengikuti perubahan mediumnya (osmokonformer). Kebanyakan
invertebrata laut tekanan osmotik cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotik
air laut. Cairan tubuh dikatakan isotonik atau isosmotik dengan
medium tempat hidupnya. Bila terjadi perubahan konsentrasi dalam mediumnya,
maka cairan tubuhnya disesuaikan dengan perubahan tersebut (osmokonformitas).
Sebaliknya ada
hewan yang mempertahankan agar tekanan osmotik cairan tubuhnya relatif konstan lebih
rendah dari mediumnya (hipoosmotik) atau lebih tinggi dari mediumnya (hiperosmotik).
Untuk mempertahankan cairan tubuh relatif konstan, maka hewan melakukan regulasi
osmotik (osmoregulasi), hewannya disebut regulator osmotik atau osmoregulator.
Ada dua macam regulasi osmotik yaitu regulasi hipoosmotik dan regulasi
hiperosmotik. Pada regulator hipoosmotik, misalnya ikan air laut, hewan ini
selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih rendah dari mediumnya
(air laut). Sedangkan pada regulator hiperosmotik, misalnya ikan air tawar,
hewan ini selalu mempertahankan konsentrasi cairan tubuhnya lebih tinggi
daripada mediumnya (air tawar).
Beberapa
hewan ada yang toleran terhadap rentangan luas konsentrasi garam mediumnya;
hewan demikian disebut hewan euryhaline (Yunani eurys=luas, halos=
garam). Sedangkan hewan lain hanya toleran terhadap rentangan yang sempit
konsentrasi garam mediumnya; hewan yang demikian disebut juga stenohaline
(Yunani stenos= sempit, dekat).
Fenomena
lain yang biasanya berhubungan sangat dekat dengan tingkat perkembangan
kapasitas osmoregulasi adalah kemampuan hewan mengontrol kadar air dalam
tubuhnya. Osmokonformitas rupanya adalah hasil kombinasi ketidak mampuan hewan
mengontrol volume tubuh dan ketidak mampuan mengontrol isi larutah tubuh.
Sebaliknya osmoregulasi merupakan manifestasi perkembangan kemampuan yang baik
dari kedua proses tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa hewan osmokonformer
juga merupakan konformer volume, sebaliknya osmoregulator juga merupakan
regulator volume.
Grafik
konformitas dan regulasi secara umum dapat dilihat pada gambar
A.
KONSEP OSMOKONFERMER DAN OSMOREGULATOR
Osmokonfermer
adalah konsentrasi cairan tubuh hewan berubah – ubah mengikuti perubahan
mendiumnya (Soewolo.2000)
Terhadap dua penyelesaian dasar
terhadap permasalahan keseimbangan perolahan dan kehilangan air satu
penyelesaian untuk hewan laut adalah tetap bersifat isoosmotik dengan lingkugan
air asinnya. Hewan seperti itu, yang tidak secara aktif menyesuaikan
osmolaritas internalnya (Campbell.2004)
Gambar 2
Osmorelugator
merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena cairan
dalam tubuhnya tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Seekor hewan
osmorelugator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam
lingkungan hipoosmotik atau secara terus menerus mengambil air untuk mengatasi
kehilangan osmotik jika hewan itu tinggal dalam suatu lingkungan hiperosmotik.
Kemampuan untuk mengadakan osmorelugasi membuat hewan mampu bertahan hidup,
misalnya dalam air tawar, dimana osmolaritas terlalu rendah untuk mendukung osmokonformer,
dan didarat, dimana air pada umumnya tersedia dalam terbatas. Semua hewan air
tawar dan banyak hewan laut adalah osmorelugator. Manusia dan hewan daratan
lainnya juga osmorelugator, harus mengkompensasi kehilangan air (Cambell.2004)
B.
MEKANISME REGULASI HEWAN HYPEROSMOTIK
AIR TAWAR, LAUT DAN TERESTERIAL
Gambar 3
Kosentrasi garam pada tubuh ikan
air tawar lebih tinggi dibandingkan lingkungannya, sehingga kandungan garam
lebih sering dikeluarkan ke perairan. Untuk mengatasi hal ini, ikan mempunyai
beberapa cara diantaranya mereka akan mengkonsumsi sejumlah arir yang banyak
dan sebagai konsekuensinya akan memproduksi sejumlah besar urine (10-20 kali
sama seperti hewan mamalia di darat). Ginjal dari golongan ikan ini menyerap
sejumlah garam dan melepaskan garam tersebut ke aliran darah. Cara lain adalah
golongan ikan ini memiliki pompa ion dan di bagian ginjal yang akan menangkap
garam dar air serta melepaskan amonia dan hasil buangan lainnya. Ikan air laut memiliki masalah yang sama tapi
kebalikannya. Untuk ikan air laut, air laut mengandung konsentrasi garam yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan garam yang ada di tubuh ikan. Sebagai hasilnya,
garam cendrung masuk kedalam tubuh ikan sehingga ikan harus menggunakan
ginjalnya serta pompa ionnya untuk mengeluarkan kelebihan garam (Lantu, Sartje. 2010 Volume VI,No. 1).
Gambar 4
Regulasi pada
amfibi mirip ikan air tawar, kulitnya berperan sebagai organ osmoregulasi
utama. Pada saat hewan berada dalam air tawar, terdapat aliran osmotik air ke
dalam tubuhnya, yang akan dikeluarkan sebagai urin yang sangat encer. Bersama
urin ikut terbuang garam-garam. Disamping itu garam hilang melalui kulitnya.
Kehilangan garam ini diganti dengan jalan pengambilan secara aktif dari dalam
air tawar melalui kulitnya.
Katak dan
salamander umumnya adalah hewan air tawar, akan mati dalam beberapa jam bila
ditaruh dalam air laut, jika katak dan salamander adalah regulator hiperosmotik
sempit. Namun ada sejenis katak pemakan kepiting, hidup didaerah rawa mangrove,
mencari makanan dengan berenang dalam air laut. Pada saat katak berada dalam
air laut menjadi hewan regulator hiposmotik. Untuk mencegah kehilangan air osmotik
melalui kulitnya, katak menambah jumlah urea dalam darahnya, yang dapat
mencapai 480 mmol urea per liter. Mekanisme ini beralasan sebab kulit amfibi
relatif permeabel terhadap air, sehingga secara sederhana untuk mencegah
kehilangan air dibuat konsentrasinya osmotik darah seperti mediumnya.
Karena urea
esensial bagi katak untuk hidup normal, maka urea ditahan dalam tubuh dan tidak
dieksresikan bersama urin. Pada hiu, urin ditahan melalui reabsorpsi aktif
dalam tubuli ginjal. Pada katak pemakan kepiting urea ditahan dengan mereduksi
volume urin pada saat katak berada dalam air laut. Nampaknya urin tidak
direabsorpsi secara aktif, sebab konsentrasi urea dalam urin tetap dalam
keadaan sedikit diatas urea dalam plasma.
Katak pemakan
kepiting, yang mudah memiliki toleransi lebih besar terhadap salinitas tinggi
dari pada yang dewasa. Pada katak muda, pola regulasi osmotiknya mirip dengan
teleosteii, sedangkan yang dewasa mirip dengan elasmobranchii. (Soewolo.2000)
C.
MEKANISME OSMOREGULASI HEWAN HYPOOSMOTIK
Pada dasarnya regulator
hiperosmotik mengalami dua masalah fisiologis (1) air yang cenderung masuk ke
dalam tubuh hewan sebab konsentrasi zat terlarut dalam tubuh hewan lebih tinggi
dari pada dalam mediumnya, (2) zat terlarut cenderung keluar tubuh sebab
konsentrasi didalam tubuh lebih tinggi dari pada diluar tubuh. Disamping itu
pembuangan air sebagai penyeimbangan air masuk, juga membawa keluar zat
terlarut didalamnya. Untuk mengatasi masalah ini, maka regulator hiperosmotik
harus (1) mengurangi masuknya air ke dalam tubuh (meningkatkan impermeabilitas
dinding tubuh) atau mengeluarkan kelebihan air yang ada dalam tubuh (lewat urin
dan feses), sebaliknya terhadap zat terlarut, hewan harus (2) memasukkan
garam-garam ke dalam tubuh (lewat makanan dan minuman) atau mempertahankan zat
terlarut yang ada dalam tubuhnya. (Soewolo.2000)
Gambar
5
Sebaliknya regulator hypoosmotik
menghadapi dua masalah fisiologis (1) air cenderung keluar tubuh, sebab kadar
air dalam tubuh lebih tinggi dari pada mediumnya, (2) zat terlarut cendrung
masuk ke dalam tubuh, sebab kadar zat terlarut dalam tubuh (dalam medium) lebih
tinggi dari pada dalam cairan tubuhnya. Untuk menghadapi masalah tersebut, maka
regulator hypoosmotik harus (1) menghambat keluarnya air dari dalam tubuh atau
mempertahankan air yang ada dalam tubuh, sebaliknya terhadap zat terlarut hewan
(2) berusaha mencegah masuknya garam ke dalam tubuh atau mengeluarkan kelebihan
garam yang masuk tubuh.
Untuk mengatur kadar air dan zat
terlarut dalam tubuhnya, hewan menggunakan organ-organ ekskresi yang dalam
bekerja banyak menggunakan mekanisme transpor aktif. (Soewolo.2000)
Regulasi ion dan
air pada hewan akuatik dapat terjadi secara hipertonik (hiperosmotik),
hipotonik (hipoosomotik) atau isotonik (isoosmotik). Bagi golongan ikan
oseanodromous yang bersifat hipoosmotik terhadap lingkungannya, air mengalir
secara osmosis dari dalam tubuhnya melalui ginjal, insang, dan kulit ke
lingkungan sedangkan ion – ion masuk ke dalam tubuhnya secara difusi(Lantu, Sartje. 2010 Volume VI,No. 1)
Gambar 6
Menurut Hitckman (1972) yang
menyatakan bahwa hubungan antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau
salinitas dapat dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin
tinggi pula media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada
plasma darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini
disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada cairan
tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh karena
itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar secara
difusi. Karena lingkungan yang hiperosmotik maka ikan nila akan mengalami
permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan kehilangan ion-ion tubuh melalui
difusi.
D.
MEKANISME OSMOREGULASI HEWAN AIR PAYAU,
BERPINDAH DAN HEWAN TERESTERIAL YANG BERAKTIFITAS DI LAUT
a. Mekanisme
osmorelugasi hewan air payau
Merupakan osmorelugalator yang mirip hewan air
tawar, tetapi memiliki perbedaan besar dalam konsentrasi cairan tubuhnya.
Memelihara konsentrasi osmotik cairan tubuh pada sekitar 500 mOsm per liter,
tetapi kerang air tawar anodonta memiliki konsentrasi osmotik kurang dari
seperpuluhnya, hanya sekitar 50 mOsm per liter.
Namun cairan tubuh anodonta masih dalam keadaan hiperosmotik terhadap
air tawar, dan tidak ada hewan air tawar diketahui osmokonfermer. Pada dasarnya
semua air tawar, termasuk ikan, amphibi, reptil, dan mamalia adalah regulator
hiperosmotik.
Sebagai
hewan yang memiliki cairan tubuh hiperosmotik terhadap mediumnya, maka
invertebrata air tawar mengahadapi dua masalah osmoregulasi :
1. Tubuhnya
cenderung menggelembung karena gerakan air masuk kedalam tubuhnya mengikuti
gradien
2.
Hewan menghadapi kehilangan garam
tubuhnya, karena medium disekitarnya mengandung garam lebih sedikit oleh karena
itu invertebrata air tawar sebagai regulator hiperosmotik harus mengatur jumlah
air yang masuk dan jumlah garam yang keluar tubuhnya. Pada umumnya regulator
hiperosmotik memiliki urin yang lebih encer dari cairan tubuhnya
Semua hewan pada
umumnya menggunakan organ ekskresinya sebagai organ osmoregulasi utama. Secara
umum, organ osmoregulasi invertebrata menggunakan mekanisme fitrasi, reabsorbsi,
dan sekresi yang prinsipnya sama dengan kerja ginjal vertebrata dalam
memproduksi urin. Pada ikan dan kebanyakan invertebrata air, insang berperan
sebagai organ osmoregulasi utama, melengkapi fungsi ginjal. Pada hewan air
selain reptile, burung dan mamalia, menggunakan kulitnya yang relatif permiabel
sebagai organ bantu osmoregulasi selain organ utamanya. (Soewolo.2000)
Gambar
7
b.
Mekanisme osmoregulasi Berpindah Dan
Hewan Teresterial Yang Beraktifitas Di Laut
Pada beberapa
reptil laut, ekresi garam dilakukan oleh kelenjar garam dikepalanya,
disamping ginjalnya. Kelenjar garam menghasilkan garam dengan konsentrasi
tinggi, terutama natrium dan klorida yang konsentrasinya lebih tinggi dari pada
air laut. Kelenjar garam tidak berfungsi terus menerus seperti pada ginjal,
hanya berfungsi apabila kadar garam dalam darah sangat tinggi sehingga ginjal
tidak mampu berfungsi. Dalam hal ini penggunaan air, kelenjar garam lebih
ekonomis dari pada ginjalnya.
Pada kadal laut,
kelenjar garam (kelenjar nasal) mengeksresikan hasilnya kebagian anterior
rongga hidungnya dan ekshalasi yang tiba-tiba menyemprotkan cairan keluar
seperti spray melalui lubang hidungnya. Pada reptil laut yang memiliki cairan
tubuh isosmotik dengan air laut,misalnya Iguana Galapagos pemakan rumput laut,
tidak memiliki kelenjar garam.
Gambar
8
Kura-kura laut
pemakan tumbuhan atau karnivora, memiliki kelenjar garam yang besar pada
sekitar kedua matanya (kelenjar orbital). Kelenjar ini bermuara pada
sudut posterior matanya, dan pada saat mengeluarkan ekskresinya kura-kura nampak
seperti “menangis”. Kelenjar air mata manusia mirip dengan kelenjar garam pada
reptil meskipun tidak secara khusus berperan dalam mengekskresikan garam. Air
mata manusia isoosmotik dengan plasma darah.
Ular laut juga
mempunyai kelenjar garam yang bermuara ke dalam rongga mulutnya (kelenjar
bawah lidah). Sedangkan buaya laut, sebagian tidak memiliki kelenjar garam,
sebagian yang lain memiliki kelenjar-kelenjar kecil yang bermuara pada
permukaan lidahnya. Buaya yang tidak memiliki kelenjar garam memelihara
keseimbangan garam cairan tubuhnya dengan hidup di muara sungai, memakan ikan,
dan memiliki kulit yang sangat impermeabel.
E.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
OSMOREGULASI
Kebanyakan hewan
menjaga agar konsentrasi cairan tubuhnya tetap konstan lebih tinggi dari
mediumnya (regulasi hiperosmotis) atau lebih rendah dari mediumnya (regulasi
hipoosmotis). Untuk itu hewan harus berusaha mengurangi gangguan dengan
menurunkan :
1. Permeabilitas
membran atau kulitnya
2. Gradien
(laindaian) konsentrasi antara cairan tubuh dan lingkungannya.
3. Perbedaan
jumlah membran absolut dan membran relatif berhadapan dengan medium hidup hewan
4. Perbedaan
permeabilitas absolut membran terhadap air dan zat terlarut
5. Perbedaan
tingkat perkembangan mekanisme pengambilan zat terlarut pada membran
6.
Perbedaan efisiensi organ ekstratori
(terutama ginjal dalam menjaga kehilangan air dan zat terlarut.
Keadaan kondisi
internal yang mantap dapat dipeliharahanya bila organisme mampu mengimbangi
kebocoran dengan arus balik melawan gradien konsentrasi yang memerlukan energi.
Untuk memelihara air dan konsentrasi larutan cairan tubuh konstan yang berbeda
dengan lingkungannya, antara hewan air laut, air tawar, dan hewan darat
sangatlah berbeda. Kelompok hewan yang berbeda menggunakan organ yang berbeda
untuk melaksanakan proses regulasi. Mekanisme rinci untuk melaksanakan proses
juga bervariasi dan sering menggunakan kombinasi-kombinasi organ yang berbeda.
Rentangan zat-zat yang diregulasi sangat luas, melibatkan senyawa-senyawa
seperti hormon, vitamin, dan larutan yang signifikan terhadap perubahan nilai
osmotik. ( Soewolo,2000)
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Organisme perairan harus melakukan
osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara substansi tubuh dan
lingkungan. Membran sel yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa
substansi yang bergerak cepat. Adanya perbedaan tekanan osmosis antara cairan
tubuh dan lingkungan. Semakin jauh perbedaan tekanan osmosis antara tubuh dan
lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan
osmoregulasi sebagai upaya adaptasi. Karena perbedaan proses osmoregulasi pada
beberapa golongan ikan, maka struktur organ-organ osmoregulasinya juga kadang
berbeda. Beberapa organ yang berperan dalam proses osmoregulasi ikan, antara
lain insang, ginjal, dan usus. Organ-organ ini melakukan fungsi adaptasi
dibawah kontrol hormon osmoregulasi, terutama hormon-hormon yang disekresi oleh
pituitari, ginjal atau urofisis.
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme
untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, di dalam zat yang kadar
garamnya berbeda. Secara sederhana hewan dapat diumpamakan sebagai suatu
larutan yang terdapat dalam suatu kantung membran atau kantung permukaan tubuh.
Hewan harus menjaga volume tubuh dan konsentrasi larutan tubuhnya dalam
rentangan yang agak sempit. Yang menjadi masalah adalah konsentrasi yang tepat
dari cairan tubuh hewan selalu berbeda dengan yang ada di lingkungannya.
Perbedaan konsentrasi tersebut cenderung mengganggu keadaan kondisi internal.
Hanya sedikit hewan yang membiarkan konsentrasi cairan tubuhnya berubah-ubah
sesuai dengan lingkungannya dalam keadaan demikian hewan dikatakan melakukan
osmokonformitas.
B.
Saran
Penulis mengetahui bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran, kritik, maupun petunjuk dari segala pihak untuk
menyempurnakan laporan yang penulis sajikan ini dan juga haruslah dan perlu
mencari sumber atau referensi lainnya agar mudah dipahami
SEMOGA BERMANFAAT DAN MOHON MAAF BILA ATAS KEKURANGAN DAN KESALAHAN :)
Terima kasih
ReplyDeleteDaftar pustakanya nggk ada kak
ReplyDelete